Hasil survei yang dilansir DKT Indonesia yang menyatakan bahwa 39 persen anak baru gede (ABG) kota besar pernah melakukan seks bebas. Persentase tersebut diperoleh dari survei yang dilakukan oleh yayasan afiliasi dari DKT Internasional yang berkantor di Washington, Amerika, terhadap remaja dan kaum muda berusia antara 15-25 tahun. Survei yang dilakukan pada Mei 2011 itu dilakukan dengan cara wawancara langsung terhadap 663 responden di 5 kota besar di Indonesia, yaitu Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan Bali. “39 persen responden ABG usia antara 15-19 tahun pernah berhubungan seksual, sisanya 61 persen berusia anatara 20-25 tahun,” ungkap Pierre Frederick, Senior Brand Manajer Sutra dan Fiesta Condoms DKT Indonesia (5/12/2011) di Jakarta.
Meski tidak bisa mewakili
populasi masyarakat Indonesia, Pierre menjelaskan bahwa hasil survei ini bisa
dijadikan barometer untuk menggambarkan perilaku seksual remaja dan kaum muda
di Indonesia, khususnya di kota-kota besar.
Pesta
Seks
Pelajar
SMP yang nekad berpesta seks di ruang kelas. Empat pelajar SMP di Gunungkidul,
Yogyakarta, misalnya. Sebelum menggelar pesta seks mereka mabuk-mabukan
terlebih dulu. Yang menarik, miras tersebut diperoleh dari warung milik seorang
anggota polisi.
Awal
September 2011 terungkap seorang siswi sebuah SMP swasta di Turen Kabupaten
Malang mencoba menjadi sutradara sekaligus kameramen. Jenis film yang
diproduksinya adalah film porno dengan pemain sepasang teman sekolahnya.
Pesta
seks yang dilakukan oleh sekumpulan anak 12 tahun ke bawah di Palembang yang
terungkap pada April 2011. Sebulan sebelum terungkap, enam bocah berinisial
Sawa (12), Ada (12), Baya (12), Iha (12), Uda (12) dan Yag (11) ini—semuanya
laki-laki—melakukan tindakan homoseksual di Lorong Peluncuran, 28 Ilir, Palembang.
Mereka berpasangan dalam melakukan tindakan asusila.
Pelacuran
Arinta
Erma Apriliani alumnus Sosiologi Universitas Airlangga, dalam skripsinya Pelacuran
Remaja (2011) mengungkapkan ternyata sebagian besar siswi SMA Negeri di
Surabaya yang terlibat menjadi pelacur bukanlah karena faktor kemiskinan
materi. Lantas apa? Dari hasil penelitian ini diketahui tiga hal. Pertama:
makna seks komersial di kalangan siswi SMA adalah sebagai suatu kepuasan
seksual. Uang bukan lagi menjadi hal utama dalam prostitusi. Kedua: seks
komersial bermakna sebagai suatu kepuasan pelampiasan. Ketiga: bagi
kalangan siswi SMA seks komersial bermakna sebagai kepuasan perhatian yang
diperoleh dalam dunia prostitusi.
Pornografi
Hal mengejutkan terjadi ketika
YKB menemukan sebanyak 83,7 persen anak sekolah dasar kelas IV dan kelas V,
sudah kecanduan pornografi. Anak-anak saat ini memang sangat mudah mendapatkan
gambar ataupun video porno. Komputer, internet, telepon seluler, video game
bisa jadi sarana penyebaran video porno di kalangan anak-anak. Acara-acara
sinetron dan infotainmen di televisi, juga banyak berisi pendidikan pacaran dan
perzinaan yang dengan mudah ditonton anak-anak.
Aborsi
Salah satu dampak dari seks
bebas itu adalah meningkatnya jumlah kasus kehamilan di luar nikah yang memicu
masalah lain, yaitu praktek aborsi. Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas
PA) mencatat sepanjang 2008 hingga 2010, kasus perampasan hak hidup melalui
aborsi terus meningkat. Yang lebih mengkhawatirkan, 62 persen pelakunya adalah
anak di bawah umur.
Sekretaris Jenderal Komnas PA,
Samsul Ridwan, mengatakan, selama kurun waktu dua tahun itu, kenaikan kasus
aborsi mencapai 15 persen setiap tahunnya. Pada 2008 ditemukan dua juta jiwa
anak korban aborsi. Tahun berikutnya naik 300 ribu jiwa, sedangkan pada 2010
jumlahnya naik lagi 200 ribu jiwa.
Total dari 2008 sampai 2010
jumlahnya sebanyak 2,5 juta kasus. Untuk 2011 di Jakarta ditemukan sebanyak 406
kasus. Yang mencengangkan, berdasarkan data yang dimiliki Komnas PA, dari 2,5
juta kasus aborsi, sebanyak 62,6 persen dilakukan anak di bawah umur 18 tahun.
Narkoba
Dampak lain dari pergaulan bebas
adalah penyalahgunaan narkoba. Berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional
pada 2008, sebanyak 1,5 persen atau sekitar 3,2 juta penduduk Indonesia adalah
pengguna narkoba. Sebanyak 78 persen di antaranya adalah remaja atau penduduk
usia 20-29 tahun. BNN pun mencatat pengguna narkoba termuda di Indonesia masih
berusia tujuh tahun. Hal yang lebih menyedihkan lagi, ternyata ada sekitar
8.000 anak SD yang tengah menjalani rehabilitasi narkoba. Tidak terbayang siswa
SD yang baru berumur 7 hingga 12 tahun pakai narkoba, tetapi kenyataannya ini
memang terjadi. Di Bekasi saja, pada 2010 ditemukan setidaknya 95 siswa SD
terlibat narkoba.
TIMBULNYA PENYAKIT AKIBAT SEXS
BEBAS
Tingginya
kasus penyakit Human Immunodeficiany Virus/Acquired Immnune Deficiency Syndrome
(HIV/AIDS), khususnya pada kelompok umur remaja, salah satu penyebabnya akibat
pergaulan bebas.Hasil penelitian di 12 kota di Indonesia termasuk Denpasar
menunjukkan 10-31% remaja yang belum menikah sudah pernah melakukan hubungan
seksual.
Di
kota Denpasar dari 633 pelajar Sekolah Menengah Tingkat Atas (SLTA) yang baru
duduk di kelas II, 155 orang atau 23,4% mempunyai pengalaman hubungan seksual.
Mereka
terdiri atas putra 27% dan putri 18%. Data statistik nasional mengenai
penderita HIV/AIDS di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 75% terjangkit
hilangnya kekebalan daya tubuh pada usia remaja.
Demikian
pula masalah remaja terhadap penyalahgunaan narkoba semakin
memprihatinkan.Berdasarkan data penderita HIV/AIDS di Bali hingga Pebruari 2005
tercatat 623 orang, sebagian besar menyerang usia produktif. Penderita tersebut
terdiri atas usia 5-14 tahun satu orang, usia 15-19 tahun 21 orang, usia 20-29
tahun 352 orang, usia 30-39 tahun 185 orang, usia 40-49 tahun 52 orang dan 50
tahun ke atas satu orang.
semakin
memprihatinkan penderita HIV/AIDS memberikan gambaran bahwa, cukup banyak
permasalahan kesehatan reproduksi yang timbul diantara remaja. Oleh sebab itu
mengembangan model pusat informasi dan konsultasi kesehatan reproduksi remaja
melalui pendidik (konselor) sebaya menjadi sangat penting.
“Pusat
informasi dan konsultasi kesehatan reproduksi remaja menjadi model pemberdayaan
masyarakat yang bertujuan menumbuhkan kesadaran dan peranserta individu
memberikan solusi kepada teman sebaya yang mengalami masalah kesehatan
reproduksi”.
Pelatihan
Managemen tersebut diikuti 24 peserta utusan dari delapan kabupaten dan satu
kota di Bali berlangsung selama empat hari.
Belum
lama ini ada berita seputar tentang keinginan sekelompok masyarakat agar aborsi
dilegalkan, dengan dalih menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia. Ini terjadi
karena tiap tahunnya peningkatan kasus aborsi di Indonesia kian meningkat,
terbukti dengan pemberitaan di media massa atau TV setiap tayangan pasti ada
terungkap kasus aborsi. Jika hal ini di legalkan sebgaimana yang terjadi di
negara-negara Barat akan berakibat rusaknya tatanan agama, budaya dan adat
bangsa. Berarti telah hilang nilai-nilai moral serta norma yang telah lama
mendarah daging dalam masyarakat. Jika hal ini dilegal kan akan mendorong
terhadap pergaulan bebas yang lebih jauh dalam masyarakat.
Orang
tidak perlu menikah untuk melakukan hubungan seks. Sedangkan pelepasan tanggung
jawab kehamilan bisa diatasi dengan aborsi. Legalisasi aborsi bukan sekedar
masalah-masalah kesehatan reproduksi lokal Indonesia, tapi sudah termasuk salah
satu pemaksaan gaya hidup kapitalis sekuler yang dipropagandakan PBB melalui
ICDP (International Conference on Development and Population) tahun 1994 di
Kairo Mesir.
Pada
dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami ; penderitaan
kehilangan harga diri (82%), berteriak-teriak histeris (51%), mimpi buruk
berkali-kali mengenai bayi (63%), ingin bunuh diri (28%), terjerat obat-obat
terlarang (41%), dan tidak bisa menikmati hubungan seksual (59%).
Aborsi
atau abortus berarti penguguran kandungan atau membuang janin dengan sengaja
sebelum waktunya, (sebelum dapat lahir secara alamiah). Abortus terbagi dua;
Pertama,
Abortus spontaneus yaitu abortus yang terjadi secara tidak sengaja.
penyebabnya, kandungan lemah, kurangnya daya tahan tubuh akibat aktivitas yang
berlebihan, pola makan yang salah dan keracunan.
Kedua,
Abortus provocatus yaitu aborsi yang disengaja. Disengaja maksudnya adalah
bahwa seorang wanita hamil sengaja menggugurkan kandungan/ janinnya baik dengan
sendiri atau dengan bantuan orang lain karena tidak menginginkan kehadiran
janin tersebut.
Risiko
Aborsi
Aborsi memiliki risiko penderitaan yang berkepanjangan terhadap kesehatan
maupun keselamatan hidup seorang wanita. Tidak benar jika dikatakan bahwa seseorang
yang melakukan aborsi ia ” tidak merasakan apa-apa dan langsung boleh pulang “.
Ini
adalah informasi yang sangat menyesatkan bagi setiap wanita, terutama mereka
yang sedang kebingungan karena tidak menginginkan kehamilan yang sudah terjadi.
Resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi berisiko kesehatan dan
keselamatan secara fisik dan gangguan psikologis.
Dalam
buku “Facts of Life” yang ditulis oleh Brian Clowes, Phd; Risiko kesehatan dan
keselamatan fisik yang akan dihadapi seorang wanita pada saat melakukan aborsi
dan setelah melakukan aborsi adalah ;
- Kematian mendadak karena pendarahan hebat.
- Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal.
- Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan.
- Rahim yang sobek (Uterine Perforation).
- Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya.
- Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita),
- Kanker indung telur (Ovarian Cancer).
- Kanker leher rahim (Cervical Cancer).
- Kanker hati (Liver Cancer).
- Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya.
- Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi ( Ectopic Pregnancy).
- Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease).
- Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
- Kematian mendadak karena pendarahan hebat.
- Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal.
- Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan.
- Rahim yang sobek (Uterine Perforation).
- Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya.
- Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita),
- Kanker indung telur (Ovarian Cancer).
- Kanker leher rahim (Cervical Cancer).
- Kanker hati (Liver Cancer).
- Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya.
- Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi ( Ectopic Pregnancy).
- Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease).
- Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
Proses
aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan
dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang
sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita. Gejala ini dikenal dalam
dunia psikologi sebagai “Post-Abortion Syndrome” (Sindrom Paska-Aborsi) atau
PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam ” Psychological Reactions Reported After Abortion
” di dalam penerbitan The Post-Abortion Review.
Oleh
sebab itu yang sangat penting untuk diperhatikan dalam hal ini adanya perhatian
khusus dari orang tua remaja tersebut untuk dapat memberikan pendidikan seks
yang baik dan benar. Dan memberikan kepada remaja tersebut penekanan yang cukup
berarti dengan cara meyampaikan; jika mau berhubungan seksual, mereka harus
siap menanggung segala risikonya yakni hamil dan penyakit kelamin.
Namun
disadari, masyarakat (orangtua) masih memandang tabu untuk memberikan
pendidikan, pengarahan sex kepada anak. Padahal hal ini akan berakibat remaja
mencari informasi dari luar yang belum tentu kebenaran akan hal sex tersebut